twitter

Pada suatu hari, seekor anak kerang di dasar laut mengadu dan mengeluh pada ibunya sebab sebutir pasir tajam memasuki tubuhnya yang merah dan lembek. “Anakku,” kata sang ibu sambil bercucuran air mata, “Tuhan tidak memberikan pada kita, bangsa kerang, sebuah tangan pun, sehingga ibu tidak bisa menolongmu. Si ibu terdiam sejenak, “Aku tahu bahwa itu sakit anakku. Tapi terimalah sebagai takdir alam. Kuatkan hatimu. Jangan terlalu lincah lagi. Kerahkan semangatmu melawan rasa ngilu dan nyeri yang menggigit. Balutlah pasir itu dengan getah perutmu. Hanya itu yang bisa kau perbuat”, kata ibunya dengan sendu dan lembut.


Anak kerang pun melakukan nasehat bundanya. Ada hasilnya, tetapi rasa sakit terkadang masih terasa. Kadang di tengah kesakitannya, ia meragukan nasehat ibunya. Dengan air mata ia bertahan, bertahun-tahun lamanya. Tetapi tanpa disadarinya sebutir mutiara mulai terbentuk dalam dagingnya. Makin lama makin halus. Rasa sakit pun makin berkurang. Dan semakin lama mutiaranya semakin besar. Rasa sakit menjadi terasa lebih wajar. Akhirnya sesudah sekian tahun, sebutir mutiara besar, utuh mengkilap, dan berharga mahal pun terbentuk dengan sempurna.

Penderitaannya berubah menjadi mutiara, air matanya berubah jadi sangat berharga. Dirinya kini,sebagai hasil derita bertahun-tahun lebih berharga daripada sejuta kerang lain yang Cuma disantap orang sebagai kerang rebus di pinggir jalan.

Cerita di atas adalah sebuah paradigma yang menjelaskan bahwa penderitaan adalah lorong transcendental untuk menjadikan “kerang biasa” menjadi “kerang luar biasa”. Karena itu dapat dipertegas bahwa, kekecewaan dan penderitaan dapat mengubah “orang biasa” menjadi “orang luar biasa”. Banyak orang yang mundur saat berada di lorong transendental tersebut, karena mereka tidak tahan dengan cobaan yang mereka alami. Ada dua pilihan sebenarnya yang bisa mereka masuki: menjadi ‘kerang biasa’ yang disantap orang atau menjadi “kerang yang menghasilkan mutiara”.

Sayangnya, lebih banyak orang mengambil pilihan pertama, sehingga tidak mengherankan bila jumlah orang yang “sukses” lebih sedikit dari orang yang “biasa-biasa saja”. Mungkin saat ini kita sedang mengalami penolakan, kekecewaan, patah hati, atau terluka karena orang-orang di sekitar kita, cobalah untuk tetap tersenyum dan tetap berjalan di lorong tersebut dan sambil katakan di dalam hatimu, “Air mataku diperhitungkan Tuhan dan penderitaan diriku ini akan mengubah diriku menjadi mutiara.”

Minggu, November 23, 2008 | 0 comments | Labels:

0 comments: